mY_ReFLeCtion

Thursday, May 25, 2006

sajak-sajak indah




CUKUP RASANYA

tiap kali kucoba tahan debar
karena senyummu

tidak!
aku tak ingin bagi rindu denganmu

cukup rasanya sekedar kagumi
sahajamu
dari jauh saja...

TAK SANGKA

aku suka tawamu !
renyah,lepas
aku suka semangatmu
bebas tapi tegas

tak sangka hariku sepi
tanpa hadirmu.

SIAPA 'KAN MENOLONGKU ?

siapa 'kan menolongku saat debar bersesakan didada
lihat senyummu

Tuhan,
aku rindukan hati
yang tak mungkin kumiliki



TAK PERNAH

tak pernah angankan pesonamu temani
hari-hariku

tak juga pernah impikan aku 'kan
kehilangan kamu

ah !
..bukankan cinta memang
tak pernah memilih !


16 Februari 2000
10.25 pm


LHO !!

Lho !
kamu kok diam terus dari tadi
duduk disampingku aja grogi !
hampir tak sanggup aku sembunyikan senyum,
lihat sikapmu..

lalu tak nyana kau palingkan wajah
tatap dalam mataku sambil
rekahkan senyum paling manis
di sudut bibir

e -eh .. Lho !!
gantian aku yang diam
tiba-tiba lidah kelu lutut ngilu!
terpana oleh teduh matamu...
duh, biyuuung !!!!


GE-ER


sebetulnya kamu cuma tanya apa
yang sering ditanya orang tiap hari
sekedar rutinitas atau basa-basi, cuma hal
sederhana saja

tapi karena semalaman habis begadang
kerjakan tugas
sadari pucat wajahku dan lelah membias
tanyamu jadi embun dihatiku

apalagi saat cemasmu membayang
dikerut kening,
"....kamu baik-baik saja...?"

akupun melambung diawang-awang
tak sudi turun !


18 mei '99
6.25 pm

AKU INGIN 1

Aku ingin terbang bersamamu lintasi langit biru
hapus mendung dihatimu
temani diri tiap kali kau rasa sepi
teduhkan jiwamu dengan tulus kasihku
beri kekuatan dalam setiap langkahmu
tapi aku tau itu tak mungkin

karena pabila takdir menentukan lain
suatu saat nanti

aku tau aku tak kan sanggup menahan sakit yang menghujam dadaku
...kehilanganmu !!


130400
7.30 pm

AKU INGIN 2

betapa aku ingin mencintai hati
yang sanggup alirkan cahya dalam setiap langkahku

..Tuhan,
salahkah aku harapkan bahagia ini
tak berbatas waktu

130400
6.10 pm



AKU INGIN !

aku ingin bikin puisi tentang
sebuah hati yang
tak henti menyayangi dan peduli

aku ingin kumpulkan kata-kata indah
yang bisa wakili kebahagiaan seluruh
negeri

tapi ah,
kalaupun bisa rasanya semua belum cukup dan
sepertinya tak pernah cukup untuk
lukiskan perasaanku
setiap kali ingat kamu !

23 'Mei '97


ARTI HADIRMU

kepalaku sudah penat menampung
segulung benang kusut yang
tambah panjang tiap detik
gelinding kesana - kemari
siap meloncat keluar !

tiba-tiba kau datang dan
benang kusut itu melambat aksinya
melonggarkan simpulnya
meluruskan jalannya

Byarr !!
sesederhana itu...



KUBUANG SEPI

biar karam diamuk badai !
biar hilang dalam gelombang !

pada laut
kubuang sepi ke ujung dunia

harap tak pernah kembali !


DAMBA

ingin petik bintang pabila mampu
sinari senyummu
ingin kayuh waktu pabila sanggup
lekaskan hadirmu

anganku,dambaku
satu

jumpa yang kurindu


HARAPKAN

Tengadah ke langit malam ini
indah ribu bintang temani bumi

oh! bolehkan sabit satu paling terang
sembahkan cuma 'tuk hatimu

karena ibarat bintang mampu
sinari jubah angkasa
cintakupun harapkan cahyanya sanggup terangi luas
samudera hatimu

19 Mei '99
12.30 am

MENCARI JAWAB

jangan tanya :
kenapa ombak slalu rindu pantai
kenapa malam slalu rindu bulan
kenapa awan slalu rindu langit
kenapa lembah slalu rindu bukit
kenapa akar slalu rindu tanah
kenapa mendung slalu rindu hujan
kenapa gelombang slalu rindu karang

karena aku tak pernah tahu
sama tak tahunya mencari jawab :
kenapa aku slalu rindu kamu !

21 Mei '99
12.55 pm

posted by zAeN@L tHea .... at 12:06 PM 0 comments

Friday, May 19, 2006

TV ; musuh dalam keluarga


Televisi Lokal, dan Ancaman Cultural Crisis"

Maraknya perkembangan industri pertelevisian Indonesia saat ini patut disambut gembira, terlebih kini dengan mulai menjamurnya stasiun telivisi swasta yang berskala lokal, seperti Bali TV, Jawa TV, O Channel dan Jak TV.

Menjamurnya beragam saluran televisi swasta baik yang berskala nasional maupun lokal, menunjukkan semakin terbukanya akses publik untuk memperoleh dan mendapatkan informasi, terlebih dalam era otonomi daerah seperti saat ini, keberadaan media lokal seperti televisi koran dan radio menjadi hal yang sangat diperlykan keveradaannya, karena dapat menjadi media penghubung antara rakyat para pemimpinnya, untuk menyampaikan aspirasinya sekaligus rakyat dapat mengintrol dan menilai kinerja para pemimpinnya secara transparan, sehingga tercipta sebuah pendidikan demokrasi yang baik bagi masyarakat melalui media massa..
Selain itu semakin banyaknya saluran televisi juga semakin menunjukan adanya kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi, hal ini tentu berbalik 180 derajat dengan kondisi pada masa orde baru, di mana pers (Surat kabar, radio, termasuk, televisi) hanya dijadikan sebagai “corong” pemerintah untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan politiknya ke pada masyarakat, yang dibungkus dengan istilah yang sangat khas bagi bagi dunia pers saat itu, yaitu, pers yang “bebas dan bertanggung jawab”, yang artimya bebas menyampaikan berita asal tidak bertentangan dengan segala kepentingan pemerintah, maka dengan sistem regulasi pers yang ketat seperti ini kemudian lahirlah koran-koran, majalah, dan televisi yang ambigu, semu dan “patuh pada penguasa”, karena satu kali saja pers mengkritisi kebijakan pemerintah, maka tak lama seteleh berita itu dimuat, bisa dipastikan koran atau majalah tersebut akan segera “menemui ajalnya” dibredel oleh pemerintah dengan dicabutnya SIUPP (Surat Izin Usaha Peneritan Pers) dari koran atau majalah yang bersangkutan, hal seperti ini misalnya pernah dialami oleh koran Kompas yang dibredel pada 25 Januari 1978 karena pemberitaannya dianggap merongrong dan dianggap sebagai salah satu koran anti pemerintah, meski pembredelan ini tidak berlangsung lama, dan pada 5 Februari masih ditahun yang sama Kompas mendapatkan kembali ijin terbitmya setelah “berjanji” untuk taat dan patuh kepada pemerintahan saat itu.

Saat ini kondisi pers Indonesia tentu jauh lebih baik (meski tak sedikit yang kebablasan), karena itu marakanya industri pertelevisian Indonesia yang sedang berlangsung saat ini sangat bisa dipahami. Namun berbeda dengan pada masa lalu, di mana pembredelan terhadap media melalui SIUPP menjadi ancaman serius bagi dunia pers, maka saat ini kondisnya menjadi terbalik, kekhawatiran-kekhawatiran justru datang dari masyarakat mulai dari para orang tua, pendidik, dan kaum, agamawan, hingga para kritikus budaya, yang mengkhawatirkan akan adanya Cultural Crisis (Krisis Budaya), dan televisi menjadi salah satu “agen” utama dalam menyebarkan negative culture tersebut melalui tayangan-tayangan yang misalnya secara vulgar mempertontonkan tindak kekerasan, porno aksi, dan pornogarfi. Bahkan Kuntowijoyo mengatakan bahwa ancaman nasionalisme (di mana salah satu unsurnya adalah kebudayaan) di Indonesia saat ini sudah mengancam “nasionalisme piring” kita melalui budaya makan (culibary culture), di mana saat ini masyarakat Indonesia sudah banyak yanng lebihy menyukai produk makanan barat, seperti pizza, burger, dan hotdog, hal ini tentu saja menyatu dengan budaya konsumerisme yang menghinggapi masyarakat kita yang diserbu oleh ratusan bahkan ribuan iklan berbagai macam produk mulai dari elektronik hingga sabun mandi yang setiap detik hadir melalu media massa, hingga tek heran jika saat ini banyak kita temui anak-anak sekolah yang sepulang sekolah pergi ke mal-mal untuk berbelanja atau hanya sekedar untuk nongkrong saja, budaya semacam ini tentu saja lambat laun akan membuat Indonesia yang sedang “sakit” ini semakin semaikin terpuruk.

Pakar Komunikasi Effendi Ghozali sebuah artikelnya di harian Kompas edisi Rabu 24 Agustus 2005 menulis bahwa dalam industri televisi terdapat tiga golongan insan televisi, yang pertama golongan saudagar yaitu para konglomerat yang memiliki banyak modal untuk menjalankan industri televisi, kedua adalah golongan pekerja yang ibarat pembantu mengerjakan “apa maunya si bos”, dan golongan yang terkahir adalah apa yang diistilahkan sebagai “kaum gelisahwan”, yang diartikan sebagai mereka yang merasa resah gelisah (khawatir) dengan tayangan-tayangan yang ada di televisi, dan berpikir mau dibawa ke mana bangsa ini dengan tayangan-tayangan televisi seperti saat ini.
Seperti kita ketahui bahwa saat ini diakui atau tidak, bahwa industri televisi lebih banyak dikendalikan oleh para “saudagar” yang hanya ingin secepatnya kembali modal dan selanjutnya mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa memperhatikan seperti apa dan bagaimana tayangan yang di sajikan kepada masyarakat di layar kaca, dan mereka tak lagi memikirkan dampak poaitif dan negatif yang ditimbulkan oleh tayangan yang mereka sajikan kepada masyarakat. Bagi mereka tak ada kamus lain, selain bagaimana caranya sebuah acara dapat memiliki rating yang tinggi dengan harapan akan memperoleh pemasukan iklan yang banyak, dan dengan iklan yang semakin banyak pula keuntungan yang mereka dapatkan, istilah rating is god menjadi slogan yang sangat pas bagi mereka kaum kapitalis dalam industri pertelevisian Indonesia saat ini, dalam konteks seperti ini televisi hanya menjadi alat “tekno kapitalis” , yang tak lebih hanya dijadikan sebagai mesin pencetak uang.
Dengan paradigma seperti ini maka lahirlah tayangan-tayangan yang tidak mendidik (uneducated), kekerasan yang secara vulgar mempertontonkan darah lewat tayangan kriminal dan film-film action, film-film mistik yang menjual hantu jin dan genderewo, sampai kisah para pemburu hantu, ditambah lagi acara-acara gosip-gosip murahan yang dibungkus dengan istilah infotainment sedang marak saat ini, di mana para selebritis menjadi tokoh (obyek?) utamanya, belum lagi sinetron-sinetron (terutama sinetron remaja) yang pada umumnya hanya melulu mengajarkan percintaan, gaya hidup bebas dan glamour, yang nyaris tak ada nilai moral yang dapat ditiru, dan tentu saja sinetron-sinetron tersebut lepas dari konteks sosial kehidupan yang sesungguhnya dari remaja dan anak-anak Indonesia Indonesia kebanyakan, yang jangankan untuk bersekolah untuk mencari makan sekali saja mereka harus banting tulang dari pagi hingga sore hari di jalanan, belum lagi ratusan ribu bahkan juataan anak-anak dan remaja lainnya yang terpaksa harus mengubur impiannya untuk melanjutkan sekolah karena terputus di tengah jalan akibat tidak adanya biaya untuk itu. Ironisnya memang tayangan-tayangan seperti ini banyak di minati oleh masyarakat kita, sehingga tak aneh jika banyak masyarakat kita yang menghabiskan waktunya di depan televisi untuk menonton aacara-acara tersebut.

Kondisi seperti ini tentu saja tidak boleh dibiarkan terus menerus karena akan merusak budaya dan etos hidup masyarakat kita, karena itu ada beberapa hal yang perlu segera dilakuakan, pertama KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) selaku lembaga Independen yang bertugas mengawasi segala bentuk tayangan dan acara televisi agar lebih tegas menegur dan segera menindak stasiun televisi yang dianggap menayangkan acara-acara yang tidak mendidik dan tidak sesuai dengan budaya dan norma-norma di dalam masyarakat indonesia, karena walaubagaimanapun masyarakat lah yang akan menjadi sasaran sekaligus menjadi koraban utama dari tayangan-tayangan yang tidak mendidik tersebut. Kedua, Pemerintah khususnya kementrian Komunikasi dan Informasi dan Dewan Perwakilan rakyat harus bekerja sama secara sinergis agar dapat menciptakan RUU Penyiaranyang benar-benar bebas dan bertanggung jawab dan melakukan regulasi penyiaran yang demokratis dan menjadikan pendidikan buidaya dan moral bangsa sebagai acuan dalam mengatur regulasi setiap berita, dan tayangan televisi. Ketiga masyarakat sebagai viewers (penonton) harus menjadi apa yang dalam banyak teori komunikasi sebagai massa yang aktif dan selektif (Active and Selective Audiens) yang dapat secara bijak memilih dan memilah informasi dan tayangan-tayangan di televisi yang diinginkan sehingga, bukan sebaliknya menjadi masa yang pasif (Passive Audiens), yang dikendalikan oleh apa yang ditayangkan di televisi tanpa mempertimbangkan dampak positif dan negatif yang akan ditimbulkannya, “Andalah yang mengendalikan remote TV, bukan remote yang mengendalikan anda”.
Kepada semua korporasi yang akan memasang iklan di stasiun televisi, hendaknya lebih selektif dalam memilih acara apa yang ingin kita pasangi iklan jangan hanya beriklan pada acara yabbg berrating tinggi tapi tidak berkualitas dan tidak mendidik, bahkan jika perlu korporasi-korporasi bisnis (perusahaan) yang biasa beriklan di televisi berkomitmen bersama untuk tidak memasang iklan di stasiun televisi yang menayangkan program-program-kekersaan, pornografi, mistik dan program-program televisi yang tidak mendidik.
Bagi para pemilik dan pengelola industru televisi jadikan pendidikan dan moral sebagai “paradigma” dalam membangun bangsa dengan menayangkan acara-acara televisi yang tidak saja memberikan hiburan, tetapi juga mendidik bangsa ini menjadi bangsa yang demokratis memiliki etos kerja yang tinggi dan berkebudayaan yang luhur, sehingga televisi tidak menjadi “musuh dalam keluarga” yang setiap detik mengancam kebudayaan kita.
Wallahu a’alam.
posted by zAeN@L tHea .... at 2:37 PM 0 comments

Monday, May 15, 2006

anti liberalisme

Islam Bukan Adonan Kue Boss ..... !

Jika kita perhatikah dan pelajari lebih jauh ajaran God’s Kingdom (Kerajaan Tuhan) yang disebarkan oleh Lia “Jibril” Aminuddin maka akan kita temui banyak hal yang baik secara substansi maupun secara kontekstual sangat mengganggu akidah umat Islam secara umum, bagaimana tidak, selain memploklamirkan diri sebagai malaikat jibril, ia pun mengangkat seorang pengikut sekaligus temannya yang bernama Abdurrahman sebagai reinkarnasi dari Rasulullah Nabi Muhammad SAW, hal ini tentu sangat mengusik keyakinan umat islam secara umum, karena dalam keyakinan umat islam yang sahih nabi Muhammad SAW tidak akan pernah berreinkarnasi, terlebih lagi karena tak ada satupun ayat suci Al-Quran maupun hadits-hadits nabi SAW yang menyatakan adanya proses reinkarnasi pada nabi SAW.
Kabarnya saat ini Lia Aminuddin dan para pengikutnya telah menganut agama baru yang disebut sebagai agama Perennial yang jika diteliti lebih lanjut secara substansi ajarannya mirip dengan filsafat Pereniial (Pharennial Philosophy) yang digagas oleh firtjoup Schoun yang intinya mengajarkan unity of religion (penyatuan agama-agama) bahwa semua agama adalah sama dan memiliki kesempatan yang sama ke dalam surganya Allah, baik mereka yang agamanya Islam, Kristen, Budha , Hindu, Paganisme, Majusi penyembah api, sampai aliran kepercayaan, semua akan memiliki kesempatan yang sama masuk Surganya Allah SWT, dan faham semacam inilah yang belakangan banyak disebarkan oleh kalangan Islam Liberal, termasuk yang ada di Indonesia yang memang selama ini selalu WTS (Watonsuloyo alias asal beda) dengan umat islam mayoritas seperti yang pernah terjadi pada kasus film BCG (buruan Cium Gue), kasus Ahmadiyah, dan yang terakhir menyangkut 11 fatwa MUI yang menurut pentolan Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil abshsar Abdalla sebagai fatwa yang (maaf) konyol dan tolol, maka tak aneh jika dalam kasus Lia Aminuddin ini orang semacam Dawam Rahardjo yang dikenal sebagai salah satu pendukung faham Islam liberal merasa kasihan terhadap kelompok Eden yang dievakuasi dan dengan sedikit mendramatisir fakta mengatakan bahwa teah terjadi tindak kekerasan terhadap para pengikut kaum Eeden, padahal siapapun tahu bahwa saat polisi melakukan evakusai terhadap Lia Aminuddin dan para pengikutnya tak terlihat sedikitpun adanya bentuk anarkisme, kecuali jika yang dimaksud oleh dawam dengan kekerasan adalah teriakan, caci-maki dan hujatan yang dilakukakn oleh warga, hal itu pun mereka lakukan karena terprovokasi oleh pernyataan kaum eden beberapa hari sebelumnya yang mengatakan bahwa warga sekitar akan mendapatkan “azab” jika tidak mau mengikuti ajaran Lia Aminuddin ini.
Yang menyedihkan Dawam Rahardjo yang dikenal sebagai sosok “cendikiawan muslim” membela kaum eden dengan mengatakan bahwa ajaran Lia Aminuddin adalah sebuah “kreasi” manusia terhadap agamanya akibat gagalnya agama-agama mainstream (Islam, Kristen, Hindu, Budha, dll) melakukan dialog dengan kelompok ini, dan kegagalan agama-agama yang ada dalam memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi.
Menyangkut pernyataan ini kita jadi bertanya benarkah islam sebagai (agama asal Lia Aminuddin) telah gagal melakukan dialog dengan kelompok tersebut atau jangan-jangan merekalah yang tidak mau melakukan dialog, diskusi, dan pendalaman secara benar terhadap ajaran Islam, bukankah masih banyak tokoh-tokoh atau para ulama di Indonesia yang memiliki kesolehan dan ilmu pengetahuan agama yang dalam, atau kalau mereka merasa tidak menemukan ulama yang “cocok” dengan mereka di Indonesia kenapa mereka tidak cari terlebih dahulu ulama-ulama kita yang ada di luar negeri yang dikenal sangat menguasai berbagai macam permasalahan agama yang luas seperti Syeikh Yusuf Qordhowi dari Doha Qatar, atau cari saja ke Universitas Al-Azhar di Kairo Mesir !.
Kedua saya jelas tidak setuju dengan pernyataan Dawam Rahardjo yang mengatakan bahwa apa yang Lia Aminuddin lakukan merupakan “kreasi” Lia Aminuddin dan para pengikitnya sehingga terbentuknya ajaran yang baru yang mereka sebut Kerajaan Tuhan atau Jama’ah Salamullah, kreasi semacam ini tentu tak bisa dibenarkan, kreasi atau dalam terminologi Islam dikenal sebagai ijtihad, harus memenuhi paling tidak tiga persyaratan ; pertama ijtihad harus dilakukan oleh orang-orang yang menguasai Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW dan memahami bahasa Arab, serta menguasai ilmu Ushul Fiqih selain itu faktior kredibilitas moral yang baik juga menjadi persyaratan untuk menjadi seorang mujtahid seperti jujur, amanah, dan tidak suka berbuat maksiat, kedua ijtihad yang dilakukan harus berkaitan dengan permasalahan yang bersifat (dzhonni/dugaan/hal yang belum pasti) yang mana permasalahan tersebut timbul karena adanya perkembangan sosiologis masyarakat yang selalu dinamis dari waktu ke waktu dan permasalahan tersebut tidak ditemukan pada masa nabi SAW dan para sahabatnya, seperti bagaimana hukumnya bayi tabung, teknologi cloning, zakat profesi dan usaha MLM (Multi Level Mareketing). Ijtihad tidak dilakukan pada hal-hal yang bersifat pasti (Qot’iy ) yang semua hukum dan aturannya sudah terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, seperti hukum sholat, puasa, dan termasuk di dalamnya adalah masalah-masalah teologis seperti Keesaan Allah SWT, eksisitensi para malaikat, dan konsep tentang kenabian, dalam hal ini tentu sudah tidak ada lagi pintu ijtihad bagi siapapun seperti dengan “berkreasi” tentang apakah Allah itu satu, dua, tiga atau empat, atau apakah masih ada nabi lain setelah Muhammad SAW, pertanyaan- pertanyaan semacam ini tentu ridak bisa dibenarkan karena semuanya sudah jelas dan ada jawabannya dalam Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, dan hal tersebut merupakan sesuatu yang absolut dan tidak dapat diutak-atik lagi.
Islam bukanlah adonan kue yang bisa dibentuk dan dibuat seperti apa saja sekehendak si pembuatnya, apakah ia akan dibuat donat atau kue lain. Tak terbayangkan rasanya jika semua orang atas nama HAM dan kebebasan berekspresi dibebaskan untuk berkreasi terhadap agamanya sesuka hatinya, jka hal ini terjadi, maka mungkin esok hari akan kita temukan orang yang lebih hebat dari Lia Aminuddin atau Mirza Ghulam Ahmad pendiri ajatan Ahmadiyah dengan mengaku sebagai Tuhan seperti yang dilakukan oleh Fir’aun dulu, atau akan ada orang yang mengaku sebagai malaikat Izroil utusan Allah yang akan mencabut nyawa orang Bogor (misalnya) jika mereka tidak mengikuti dan mebenarkan ajaran yang dibawanya, atau akan ada orang-orang yang mengaku mendapat bisikan tuhan untuk melakukan bunuh diri masal dengan meminum racun karena dia mendapatkan “ilham” bahwa besok harinya akan terjadi kiamat seperti yang pernah dilakukan oleh sebuah sekte keagamaan di Amerika, jika hal semacam ini dibiarkan maka disamping akan mengganggu akidah agama terntu, hal ini juga berpotensi menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat, karena itu akankah hal semacam ini dibiarkan bebas berkembang, tentu tidak, karena agama mengajarkan manusia untuk patuh dan ta’at kapedaNya, dengan cara menyelamatkan akidah saudara-saudaranya yang menyimpang dari sumber jhukum utama ajaran islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW sehingga dapat menciptakan perdamaian kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Wallahu a’alam
posted by zAeN@L tHea .... at 6:30 PM 0 comments