mY_ReFLeCtion

Wednesday, December 19, 2007

Adakah pengorbanan terbaik yang telah kita lakukan



Menyambut Hari Raya ”Kemanusiaan”

INILAH narasi dramatik tentang kepatuhan seorang nabi kepada Tuhannya, kurban dan pengorbanan Ibrahim sebagaimana setiap tahunnya diaktualisasikan umat Islam dalam praktik ibadah kurban. Dalam karya para Sufi, diceritakan, setelah Nabi Ibrahim bermimpi bahwa ia harus menyembelih anak satu-satunya, Ismail, dan setelah yakin kalau mimpinya itu adalah perintah Tuhan, Ibrahim menyampaikan semua yang dialami dalam mimpinya itu kepada anaknya, sekaligus meminta pendapatnya.

Wahai anakku, demikian kata Ibrahim, sesungguhnya aku telah bermimpi menyembelihmu (untuk kurban). Maka pikirkanlah apa pendapatmu.

Meskipun iblis berkali-kali menghalanginya, Ismail tak pernah mau menurutinya. Ayah, jawab Ismail merespons permintaan Ibrahim, lakukanlah apa yang diperintahkan-Nya. Masih kata Ismail, kalau ayah akan menyembelihku, kuatkanlah ikatan itu supaya darahku nanti tidak muncrat mengenai ayah dan akan mengurangi pahalaku. Bahkan, aku pun tidak menjamin kalau aku tak akan gelisah ketika perintah itu dilaksanakan. Ayah, tajamkanlah pisau itu supaya dapat memotong aku sekaligus, tambah Ismail, penuh kepasrahan.

Masih kata Ismail pula, bila ayah sudah merebahkan aku untuk disembelih, telungkupkan aku dan jangan dimiringkan. Aku khawatir bila ayah kelak melihat wajahku akan jadi lemah, sehingga akan menghalangi maksud ayah melaksanakan perintah Allah. Lebih jauh Ismail berkata, “Kalau ayah berpendapat akan membawa bajuku ini kepada ibu (Hajar) barangkali bisa menjadi hiburan baginya, lakukanlah.”

Anakku, kata Ibrahim, merespons kepasrahan anaknya, sikap mu ini sungguh merupakan bantuan besar dalam menjalankan perintah Allah. Maka diikatnyalah kuat-kuat tangan anaknya itu, lalu dibaringkan keningnya untuk disembelih. Diceritakannya pula, ketika Ibrahim benar-benar akan melaksanakan perintah Tuhan untuk menyembelih anaknya, para malaikat yang berada di langit dan bumi, burung-burung, binatang liar, dan ikan-ikan yang ada di lautaan gaduh, dan semuanya berdoa dengan penuh ketundukan kepada Allah seraya mengatakan, "Ya Tuhan kami, berbelas kasihanlah kepada orang tua tersebut dan buatlah tebusan untuk anak kecil itu.”

Diceritakannya pula, ketika pisau itu tidak mempan menyembelihnya, Ismail berkata, "Wahai ayahku, tusukanah pisau itu ke jantungku." Maka Ibrahim pun menusukkan pisau itu keras-keras ke jantungnya, tetapi pisau yang jadi alat penyembelih itu tetap melesak ke dalam pangkalannya. Demikian dan seterusnya sampai berkali-kali Ibrahim gagal bisa menyembelih anaknya.

Ketika Ibrahim berkali-kali gagal melakukannya, ketika itu pula Ibrahin dipanggil Tuhan. "Wahai Ibrahim, engkau telah melaksanakan mimpi itu." (dengan kekuasaan-Nya). Anak itu kemudian ditebus-Nya dengan seekor sembelihan yang besar sebagai balasan atas kebaikan Ibrahim. Sesungguhnya itu semua benar-benar suatu ujian yang nyata. Itu pula sebabnya, Kami abadikan baginya (Ibrahim) nama yang baik untuk generasi mendatang. Salam sejahtera atas Ibrahim.

Demikian kisah dramatik penyembelihan dan penebusan itu yang secara singkat diceriterakan dalam Alquran surah Ash-shaffat mulai dari ayat 100 sampai 109.

Sebagai sebuah ibadah, kurban adalah simbol penyerahan diri secara total seorang hamba kepada Penciptanya, Allah Yang Mahaagung. Melalui ibadah kurban, manusia dipanggil untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Itulah pula panggilan spiritual yang kemudian mengkristal dalam keteguhan sikap Ibrahim sebagaimana dalam Alquran, "Inna salati wanusuku wamahyaya wamamati lillahi rabbil 'alamin - sesungguhnya salatku, perjuanganku, hidup, dan matiku dipersembahkan hanya kepada Allah Tuhan semesta alam." (QS. Al-An'am:162).

Itu sebabnya, umat Islam sejatinya sadar betul bahwa tradisi kurban yang dilaksanakan pada setiap Iduladha itu bukanlah sekadar ibadah ritual rutin yang hampa makna. Apalagi sekadar dijadikan ajang "unjuk kekayaan" bagi kalangan mampu. Itu arogan namanya.

Tradisi kurban yang dilaksanakan pada setiap Iduladha itu juga tidak identik dengan tradisi kurban atau sesajian dalam ritus kepercayaan tradisional-animis yang peruntukannya sering ditujukan langsung kepada Tuhan atau Dewa dengan harapan agar Ia tidak marah atau memurkainya. Dalam ibadah kurban sebagaimana dipraktikan Ibrahim, bukan darah dan daging sembelihan itu yang sampai kepada Tuhan, melainkan ketakwaannya. Demikian dengan jelas ditegaskan dalam Alquran Surah Al-Hajj ayat 37.

Dari beberapa speknya, tentu saja banyak nilai dan makna yang ada di balik peristiwa historis-religius tentang ibadah kurban dan pengorbanan Ibrahim itu. Melalui ibadah kurban manusia dipanggil untuk, karena Allah, mengeluarkan harta yang paling dicintainya. Bahkan, jika perlu anaknya sekalipun. Melalui ibadah kurban, karenanya, ketakwaan seseorang benar-benar diuji.

Ibadah kurban juga adalah simbol kasih sayang Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa penebusan Ismail dengan seekor domba dalam prosesi kurban, adalah isarat yang mestinya kita baca kalau Tuhan itu memang Mahakasih dan sayang kepada hamba yang dicintai-Nya.

Dari dimensi antroposentrisnya, ibadah kurban tidak lebih dari bentuk ibadah yang meniscayakan arti pentingnya memupuk solidaritas sosial dan kemanusiaan sebagai salah satu wujud ketakwaan seorang hamba kepada Tuhannya. Landasannya adalah firman Allah dalam Alquran, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah." (Q.S. Al-Kautsar:1-2). Dalam konteks itu, kurban juga adalah wujud rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada kita.

Dalam ibadah kurban, hewan hanyalah simbol duniawi. Makna simbolik di balik ibadah ritual kurban adalah perintah Tuhan untuk mengorbankan dan membuang jauh-jauh sikap egoisme, sikap mementingkan diri sendiri, sikap serakah atau rakus demi kecintaan kepada Tuhan yang diwujudkan dalam kecintaan terhadap sesama. Di sini, ibadah kurban yang ditandai dengan penyembelihan hewan kurban, bisa dipahami juga sebagai panggilan Tuhan untuk menjauhkan seseorang dari sifat-sifat kebinatangan seperti sifat rakus dan selalu mementingkan sendiri.

Kurban adalah sebuah fenomena ibadah sekaligus sejarah yang penuh dengan pesan-pesan luhur sosial-kemanusiaan. "...Lalu makanlah dari sebagian dagingnya dan beri makanlah (dari sebagian yang lainnya) orang fakir yang sengsara." Firman Allah dalam Alquran Surah Al-Hajj ayat 28. Kepekaan sosial, kesetiakawanan, kebersamaan, persudaraan, serta keberpihakan terhadap kaum yang lemah, adalah nilai sekaligus pesan moral yang ada di balik ibadah kurban.

Dalam konteks itu, kurban adalah fenomena ibadah yang menolak segala bentuk ketimpangan dan ketidakadilan yang pada akhirnya harus meminggirkan kaum yang lemah. Perintah kurban bagi si kaya, dan membagikannya untuk si miskin, demikian kata Jalaluddin Rahmat, tegas-tegas mencerminkan pesan penting ajaran Islam. Manusia bisa dekat dengan Tuhan hanya ketika mereka bisa mendekati saudara-saudaranya yang kekurangan. Di sini, kehadiran ibadah kurban diharapkan akan menjadi terapi terhadap banyak distorsi sosial dan kemanusiaan.

Di sinilah pula relavansinya bagi umat Islam untuk bisa menjadikan mometum Iduladha tahun ini sebagai hari raya kemanusiaan. Sebagai hari raya kemanusiaan, kita sambut Iduladha tahun ini dengan semangat membangun dan meningkatkan rasa solidaritas kalangan mampu terhadap nasib saudara-saudaranya yang lemah, yang terpinggirkan, yang tertindas, dan yang teraniaya.

Sebagai hari raya kemanusiaan, kita sambut Iduladha tahun ini juga dengan semangat berkorban untuk membantu siapa saja yang membutuhkan. Sebagai hari raya kemanusiaan, kita sambut Hari Raya Iduladha tahun ini juga dengan tekad dan semangat untuk senantiasa menolak sekaligus menggugat terhadap berbagai bentuk ketimpangan dan ketidakadilan sosial
(dikutip dari harian Pikiran rakyat Edisi :
Senin, 09 Januari 2006)


posted by zAeN@L tHea .... at 2:17 PM

0 Comments:

Post a Comment

<< Home