mY_ReFLeCtion

Thursday, July 16, 2009

Menanti Kepimempinan Yang Baru



Pemimpin Baru


Kita paham bahwa Indonesia sedang dalam proses persalinan massal. Para pemimpin-pemimpin baru sedang dilahirkan. Mereka yang dalam proses perebutan kekuasaan tahun-tahun ini akan digantikan oleh orang-orang yang sama sekali baru dalam satu dekade ke depan. Zaman baru telah datang dan tak bisa dihindari. Dan zaman baru meminta pemimpin-pemimpin baru.

Tentang pemimpin baru, John Scully, mantan CEO Apple Computer, pernah mengatakan bahwa, “Para pemimpin baru menghadapi ujian baru, misalnya bagaimana ia dapat memimpin orang yang tidak pernah memberi laporan kepadanya––orang-orang yang berada di organisasi lain, di Jepang dan Eropa, bahkan para kompetitor. Bagaimana Anda dapat memimpin di lingkungan yang padat ide dan berisikan jaringan-jaringan yang interdependen ini? Ini memerlukan seperangkat keterampilan yang sama sekali baru, yang berbasis pada ide-ide, orang-orang, dan nilai-nilai. Para pemimpin tradisional mengalami kesulitan untuk menerangkan apa yang sedang terjadi di dunia, karena mereka mendasarkan penjelasannya pada pengalaman.”

Pernyataan singkat di atas sarat makna. Mari kita telusuri beberapa di antaranya. Pertama, kepemimpinan yang bertumpu semata-mata pada pengalaman tidak lagi dapat diandalkan. Kita tidak sedang bergerak ke belakang, ke tempat pengalaman itu terjadi (terra firma). Kita, suka atau tidak suka, sedang bergerak ke depan, ke suatu tempat yang bahkan belum pernah kita datangi (terra incognita). Itu sebabnya kita tidak bisa menjelaskan tempat baru itu dengan berkaca pada pengalaman. Ia tidak berada dalam pengalaman kita. Ia justru berada di ruang kemungkinan-kemungkinan, di ruang-ruang maya yang merupakan proyeksi dari pikiran-pikiran manusia.

Kedua, kalau pengalaman tidak bisa dijadikan tumpuan utama, maka kemana para pemimpin baru itu berpaling? Jawabnya tegas: kepada ide-ide, orang-orang, dan nilai-nilai. Pemimpin baru bergaul dengan dunia maya, dunia virtual, dimana berbagai macam gagasan berseliweran untuk saling diapresiasi dan saling dikritisi sekaligus. Tembok-tembok birokrasi diluluhlantakkan dan suasana formal berubah menjadi informal dan kerap personal. Berdasarkan nilai-nilai tertentu, orang-orang yang secara fisik dekat menjadi berjauhan; sementara mereka yang secara fisik berjauhan menjadi berdekatan. Perekat dan magnetnya bukan hirarki organisasi yang struktural, tetapi kesamaan nilai-nilai yang dianut.

Barack Obama mungkin menjadi contoh paling populer untuk menegaskan hal ini. Ia datang dengan gagasan-gagasan, dengan orang-orang muda yang bergairah, dan menawarkan nilai-nilai yang diyakini lebih baik dari para pemimpin tradisional. Kita tidak perlu menjadi ahli ilmu politik lebih dulu untuk memahami, bahwa kemenangan Obama tidak berbasiskan pengalaman, melainkan lebih berbasiskan pada gagasan-gagasan segar di tengah pasar pengalaman yang kumuh oleh kepongahan. Obama melakukan hal yang benar (doing the right thing), berorientasi jangka panjang, bercumbu dengan masa depan, menginovasi dan mengembangkan, bertanya “apa” dan ”mengapa”, mengatur irama dan arah bersama. Ia tidak tampil sebagai ”pemberi perintah”, tetapi lebih sebagai ”penjual gagasan”.

Ketiga, ujian bagi para pemimpin baru adalah bagaimana ia menembus batas-batas yang ada untuk mengembangkan pengaruhnya. Bagaimana seorang pemimpin perusahaan memengaruhi tidak saja pegawai, dan konsumennya, tetapi juga mereka yang di luar perusahaannya, pegawai di organisasi pemasok, bahkan pegawai di organisasi kompetitornya. Atau bagaimana pemimpin sebuah partai politik (sebagai organisasi) memengaruhi tidak saja konstituennya sendiri, tetapi juga konstituen dari parta politik yang lain. Bukankah fenomena koalisi-koalisi antar partai merupakan ujian yang sangat jelas mengenai kiprah para pemimpin baru? Bukankah ujian semacam ini telah membuat para pemimpin tradisional kalang kabut dalam menentukan posisinya sendiri? Konstituen dari partai-partai yang lemah kepemimpinannya, nampak kucar-kacir tersedot magnet dari para pemimpin di luar partai sendiri. Dan patut diduga fenomena ini masih akan terus berlangsung sampai satu dekade mendatang; sampai lahir pemimpin-pemimpin baru yang lolos ujian.

Keempat, karena pemimpin baru menghadapi lingkungan yang padat ide dan berisikan jaringan-jaringan yang interdependen, ia tidak lagi sekadar main perintah seperti komandan upacara. Ia juga tidak memiliki ilusi berlebihan untuk bisa mengontrol semua hal bagi dirinya sendiri. Sebaliknya, para pemimpin baru sangat sadar bahwa ia berkewajiban untuk menginspirasi konstituennya dan mengembangkan kepemimpinan di segala level organisasi. Pemimpin baru percaya pada konsep the leader in you dan the leader in us. Itu sebabnya pemimpin baru lebih berkutat pada soal-soal visi dan nilai-nilai bersama. Jika para pemimpin tradisional mengambil posisi sebagai komandan upacara (mengatur barisan yang seragam), maka para pemimpin baru memilih posisi sebagai pemandu orkestra (mengatur orang-orang dengan fungsi dan peran yang beraneka ragam, sesuai jenis alat musik yang dipegangnya).

Keempat hal di atas memberi sedikit gambaran kepada kita tentang sosok pemimpin baru untuk zaman ini: pertama, karena pengalaman tidak bisa jadi acuan, maka senioritas dan usia tidak bisa lagi dijadikan isu untuk mengukur kecakapan seorang pemimpin. Kaum muda mendapatkan peluang untuk memainkan peran strategis mereka tanpa harus menunggu restu orangtua; kedua, pemimpin baru haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai luhur—termasuk nasionalisme—dan mampu berpikir kreatif, serta cakap mengomunikasikan gagasan kepada publik, baik tertulis maupun lisan; ketiga, mampu bertenggang rasa, toleran, dan solider, apalagi dalam konteks masyarakat yang multikultur seperti Indonesia.
Indonesia sedang dalam proses persalinan massal. Mari kita songsong para pemimpin baru. Selamat datang pemimpin!

* Andrias Harefa, Pelatih Trainer Berpengalaman 20 tahun; Penulis 35 Buku Best-Seller; Penggagas Visi Indonesia 2045. Dapat dihubungi di www.andriasharefa.com. Artikel ini juga dimuat di Bisnis Indonesia Minggu rubrik Spiritual Leadership.




posted by zAeN@L tHea .... at 5:35 PM 1 comments

Tuesday, December 02, 2008

Man Of The Year

Fake Magazine Covers with your own picture at MeOnMag.com

posted by zAeN@L tHea .... at 1:35 PM 0 comments